admin, 13 January 2025

Sumber: Perpustakaan Universitas Kristen Maranatha

Sahabat Perpus, pernahkah kalian mengalami kecemasan yang tidak terukur dan tidak diketahui trigger-nya? Suatu kondisi dimana tiada angin tiada hujan dapat kambuh sewaktu-waktu yang membuat kalian tidak berdaya.

Media sosial sudah (barangkali) menjadi gaya hidup. Media sosial sudah menjadi suatu bagian dari keseharian dari bangun tidur hingga tidur lagi. Kita terlalu asyik mengonsumsi informasi yang selalu baru setiap harinya. Informasi yang dahulu susah payah diperoleh sekarang hanya sejauh ujung jari. Dahulu membutuhkan beberapa lama sekarang tinggal hitungan detik asalkan kita masuk dalam jaringan internet.

Informasi tidaklah selalu baik untuk diri kita. Semakin sering kita menghadiri ranah virtual, maka semakin terpengaruhlah diri kita. Efek yang terasa terjadi pada jasmani dan psikis. Memahami efek-efek ini dan menemukan cara mengatasinya sangatlah penting. Pada tulisan ini, admin akan memfokuskan pada banjir informasi yang mempengaruhi kesehatan mental kita.

Banjir informasi atau kelebihan informasi merupakan suatu istilah untuk mengidentifikasi suatu kondisi banyaknya informasi yang diterima oleh individu yang mana mempengaruhi individu tersebut. Alvin Toffler (1970) menyatakan bahwa banjir informasi menyulitkan diri dalam pengambilan keputusan. Arus informasi yang begitu kencang membombardir kita sehingga menciptakan kebingungan, keraguan, dan stres, yang berujung pada kelelahan mental (mental anxiety). Kita pun kesulitan memutuskan sesuatu atas apa yang menjadi suatu pilihan di kehidupan sehari-hari.

Kita terbungkus pada setiap kubah informasi yang bikin sumpek. Tentu saja kita masih teringat pada masa-masa pandemi COVID-19. Informasi mengenai jumlah individu yang wafat lambat laun justru menimbulkan depresi akibat rasa takut yang berlangsung cukup lama. Mengendap dan menimbulkan kelelahan mental. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh sifat manusia yang tidak ingin ketinggalan (FOMO= fear of missing out).

Media sosial menciptakan ekspektasi dan tekanan yang tidak realistis bagi kita. Misalnya kita memantau postingan hasil pencapaian orang lain di media LinkedIn. Kita mungkin akan membandingkan diri dengan keberhasilan orang lain atau dengan sorotan kehidupan orang lain. Dalam diri kita timbul rasa tidak puas dan merasa memiliki ‘kewajiban’ untuk mengikuti tren. Pada akhirnya kita terjatuh pada penilaian diri yang rendah karena kita tidak/belum mencapai titik yang dicapai orang lain. Hal itu mendistorsi diri sehingga mempengaruhi perilaku, hubungan, dan cara pandang hidup.

Kontribusi negatif banjir informasi pada diri kita tentu saja ada beragam. Mulai dari kondisi fisik seperti sakit kepala, insomnia, iritasi, hingga kondisi psikis seperti sulitnya berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, kehilangan ketertarikan pada hobi, hingga produktivitas berkurang. Ada beberapa cara yang dapat diusahakan untuk mengatasi hal-hal tersebut:

  1. Membatasi diri dari media sosial. Pastikan batasanmu tentang seberapa lama kamu menggunakan media sosialmu. Gunakan aplikasi atau alat yang dapat mendukung untuk melacak penggunaan media sosialmu untuk membatasi penggunaannya. Ambil keputusan secara bijak ketika menggunakannya kembali.
  2. Memilih sumber informasi secara hati-hati. Ikutilah akun yang memberikan informasi yang terpercaya, akurat, dan tidak lupa yang positif. Hindari akun-akun yang men-trigger dan bersifat provokatif. Berhenti ikuti akun tersebut dan batasi kemunculan akun tersebut pada timeline dengan cara membisukan atau memblokir akun tersebut.
  3. Istirahat secara berkala. Gunakan waktu istirahatmu untuk melakukan kegiatan lain yang tidak berkaitan dengan ponselmu. Kalau ada yang senang membaca buku, maka bacalah. Kalau ada yang senang berolahraga dan meditasi, maka lakukanlah. Cobalah menyapa dan menekuni kembali hobi lama kita yang kita tinggalkan akibat media sosial.
  4. Mencari pertolongan ketika dibutuhkan. Carilah perspektif positif dengan berinteraksi dengan orang-orang yang kita sayangi. Hal ini membantu kita mengurangi rasa lelah dan kewalahan akibat informasi yang berlebihan. Bergabunglah dengan komunitas yang mendukung minatmu. Carilah dukungan profesional apabila diperlukan.

Setiap cara membutuhkan waktu. Setiap adaptasi membutuhkan waktu. Setiap waktu membutuhkan komitmen. Media sosial adalah suatu ruang lain sejauh genggaman. Tapi bukan berarti kita perlu terjatuh lebih dalam. Kita perlu kembali lagi dan menyadari bahwa interaksi yang benar adalah pertemuan fisik yang nyata dan emosi yang tercurahkan. Selamat berusaha kembali pulih! 

Referensi:

  1. Toffler, Alvin. Future Shock. 1970
  2. (5) How Social Media Information Overload Can Affect Mental Health | LinkedIn
  3. Information Overload Penyebab Stres di Masa Kini Halaman 1 — Kompasiana.com
  4. 4 Ways Information Overload Impacts Our Mental Health and How To Cope | Mindful Health Solutions

Penulis: Betarum Damaris

Note: Jika tertarik untuk berkolaborasi, silakan hubungi WA Center Perpustakaan di 081934150976.